Jumat, 12 September 2014

Ukuran Lapangan Olahraga

UKURAN LAPANGAN CABANG OLAHRAGA

Ukuran Lapangan Lompat Jauh
lompat jauh
1. Keterangan ukuran lapangan
-   Panjang bak lompat 9 m
-   Lebar bak lompat = 2,75 m
-   Lebar lintasan awalan = 1,22 m
-   Lebar papan tumpu = 20 m
-   Panjang papan tumpu = 1,22 m
-   Bak lompat diisi dengan pasir
2.    Macam macam gaya dalam lompat jauh
-      Gaya jongkok
-      Gaya berjalan di udara (walking in the air)
-      Gaya menggantung  (snapper)
3.    Hal hal yang perlu diperhatikan untuk meraih hasil maksimal
-      Jarak awalan 30-40 dan dilakukan secepat cepatnya
-      Menggunakan  kaki yang kuat untuk melakukan tolakan.
-      Diusahakan melayang selama mungkin
-      Waktu mendarat jangan sampai jatuh ke belakang
4.    Diskualifikasi
-      Dipanggil 3 menit belum melompat
-      Menumpu dengan 2 kaki
-      Kembali ke arah awalan, setelah melompat
-      Mendarat luar bak lompat
5.    Yuri mengangkat bendera merah apabila pelompat gagal atau diskualifikasi
6.    Yuri mengangkat bendera putih jika lompatan benar.

Lompat jauh termasuk dalam salah satu cabang atletik untuk nomor lompat. Lompat jauh ini adalah olahraga yang menggabungkan kecepatan (speed), kekuatan (stenght), kelenturan (flexibility), daya tahan (endurance), dan ketepatan (acuration) dalam upaya untuk memperoleh jarak lompatan sejauh-jauhnya. Para peneliti membuktikan bahwa suatu prestasi atletik lompat jauh bergantung pada kecepatan daripada awalan atau ancang-ancang. Oleh karena itu, di samping memiliki kemampuan sprint yang baik juga harus didukung dengan kemampuan dari tolakan kaki atau tumpuan.
Dalam lompat jauh, ada beberapa gaya yang biasa diperagakan para pelompat, di antaranya gaya jongkok, gaya menggantung atau gaya lenting, dan gaya jalan di udara. Dalam hal melakukan teknik lompat jauh, seperti awalan, menumpu, melayang, dan mendarat, ketiga gaya ini pada prinsipnya sama saja. Namun, perbedaan dari ketiga gaya ini dapat dilihat dari kondisi sikap tubuh pelompat pada saat melayang di udara.
Sejarah Lompat Jauh
Lompat jauh telah dikenal selama lebih dari 2800 tahun dan merupakan salah satu even asli dalam Olimpiade pada masa Yunani Kuno. Lompat jauh ini satu-satunya even lompat yang dilombakan dalam Olimpiade Kuno. Semua even dalam Olimpiade, pada awalnya dimaksudkan sebagai bentuk latihan perang. Munculnya olahraga  lompat jauh ini dipercaya untuk melatih ketangkasan para prajurit dalam melompati rintangan yang berbeda, seperti parit atau jurang.
Awalnya, dalam even ini para pelompat hanya diperkenankan menggunakan start lari pendek. Selain itu, pelompat juga diharuskan berlari sambil membawa beban di kedua tangannya. Beban yang dimaksud dikenal dengan nama halteres. Lompat jauh sudah menjadi bagian dalam ajang kompetisi dunia sejak Olimpiade  Modern pada 1896 di Athena, Yunani.
Arena Lompat Jauh
Jarak lompatan diukur dari papan tolakan sampai batas terdekat dari letak pendaratan yang dihasilkan oleh bagian tubuh pelompat. Panjang lintasan hingga papan tumpuan umumnya 45 meter dan lebar lintasan 1,22 m. Sementara, papan lompatan memiliki panjang 1,22 m dan lebar 20 cm dengan ketebalan 10 cm. Jarak papan tumpuan pada bak lompat adalah 1 m. Bak lompat yang digunakan dalam lompat jauh sepanjang 9 m dengan lebar 2,95 m. Untuk lebar tempat pendaratan, jaraknya paling sedikit 2,75 m antara garis tolakan sampai akhir tempat tolakan.
Teknik Lompat Jauh
Teknik Awalan
Awalan atau ancang-ancang dilakukan untuk mendapat kecepatan yang tinggi pada waktu akan melompat. Jarak ancang-ancang tergantung kematangan dan kemampuan berakselerasi dengan kecepatanya. Teknik ini harus dilakukan dengan berlari secepat mungkin dari jarak 40-45 m pada sebuah lintasan.
Teknik Menumpu
Menumpu merupakan gerakan yang penting untuk menentukan hasil lompatan yang sempurrna. Dalam teknik ini pelompat melakukan tolakan pada papan tumpuan menggunakan kaki yang terkuat dengan mengubah kecepatan horizontal menjadi kecepatan vertikal.
Sewaktu menumpu, posisi badan tidak boleh terlalu condong. Tumpuan harus kuat, cepat, dan aktif. Keseimbangan badan juga harus diperhatikan agar tidak goyang. Gerakan ayunan lengan sangat membantu menambah ketinggian serta menjaga keseimbangan badan.
Teknik Melayang
Gerakan melayang dilakukan setelah meninggalkan balok tumpuan. Pada saat melakukan gerakan melayang, keseimbangan badan harus terjaga. Ayunan kedua tangan bisa membantu keseimbangan. Teknik melayang dapat dilakukan dengan sikap jongkok atau sikap bergantung. Dalam sikap jongkok, saat menumpu, kaki ayun mengangkat lutut setinggi-tingginya, disusul oleh kaki tumpu. Kemudian sebelum mendarat, kedua kaki dibawa ke arah depan.
Sementara dalam sikap bergantung, kaki ayun dibiarkan tergantung lurus pada waktu menumpu. Tubuh diusahakan tegak, disusul oleh kaki tumpu dengan lutut ditekuk sambil pinggul didorong ke depan. Lalu, kedua lengan direntangkan ke atas.
Teknik Mendarat
Dalam teknik ini, pelompat harus berupaya mendatat dengan sebaik mungkin. Jangan sampai badan atau lengan jatuh ke belakang. Pendaratan pada bak lompat dimulai dengan posisi kedua tumit kaki dan kedua kaki agak rapat. Gerakan-gerakan waktu pendaratan harus dilakukan dengan dua kaki. Yang perlu diperhatikan saat mendarat adalah kedua kaki mendarat secara bersamaan, diikuti dengan dorongan pinggul ke depan. Sehingga, badan tidak cenderung jatuh ke belakang yang bisa berakibat merugikan si pelompat itu sendiri.

Ukuran Lapangan Tolak Peluru

Ukuran lapangan tolak peluru dan gambar :
Diameter Lingkaran : 2,135 meter
Perpanjangan Garis Tengah : 0,5 meter (50 Centimeter) 
Sudut pada Titik Tengah arah tolakan : 450 (derajat)

 

Ukuran Lapangan Bulu Tangkis

Bulu tangkis atau yang sering disebut dengan badminton adalah olah raga yang dimainkan oleh dua orang berlawanan untuk tunggal dan empat orang berlawanan untuk ganda. Induk organisasi badminton Internasional adalah BWF (Badminton World Federation) dan induk organisasi badminton Nasional yaitu PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia)
Tampak Atas 1
Peralatan yang digunakan untuk olahraga ini antara lain : Raket, Kok, Net, Sepatu dan juga lapangan tentunya, untuk ukuran lapangan badminton / bulu tangkis yang baik harus memenuhi standart Internasional yang luasnya berbeda untuk permainan tunggal ataupun permainan ganda.
Partai Tunggal (1 pemain)
-   Panjang=11,88meter
–   Lebar=5,18meter
–   Luas=61,5384meter persegi
–   TinggiTiangNet=1,55meter
–   Tinggi Atas Net = 1,52 meter
–   JarakNetKeGarisService=1,98meter
–   Jarak Garis Service ke Sisi Lapangan Luar = 3,96 meter
Tampak Atas 2
Partai Ganda (2 pemain)
-   Panjang = 13,40 meter
–   Lebar = 6,10 meter
–   Luas = 81,74 meter persegi
–   Tinggi Tiang Net = 1,55 meter
–   Tinggi Atas Net = 1,52 meter
–   Jarak Net Ke Garis Service = 1,98 meter
–   Jarak Garis Service ke Sisi Lapangan Luar = 4,72 meter
Tampak samping
     
Ada lima partai yang biasa dipertandingkan dalam badminton / bulu tangkis yaitu :
*  Tunggal putra
*  Tunggal putri
*  Ganda putra
*  Ganda putri
*  Ganda campuran
Sumber:

Ukuran Lapangan Tenis Meja

31 Mar
 
 
 
 
 
 
6 Votes

Tenis meja, atau ping pong (sebuah merek dagang), adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang berlawanan. Di Republik Rakyat Cina, nama resmi olahraga ini ialah “bola ping pong”.
Permainan ini menggunakan raket yang terbuat dari papan kayu yang dilapisi karet yang biasa disebut dengaan bat, sebuah bola pingpong dan lapangan permainan yang berbentuk meja.
Induk olahraga tenis meja untuk nasional yaitu PTMSI (Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia) sedangkan induk Internasional ITTF (International Table Tennis Federation).
A. Ukuran Meja Tenis Meja
  • Panjang = 274 cm
  • Lebar = 152,5 cm
  • Tebal garis sisi = 2 cm
  • Tinggi meja dari lantai lapangan = 76 cm
B. Tiang Net dan Jaring Net
  • Panjang Net = 183 cm
  • Lebar / Tinggi Net = 15,25 cm
  • Jarak Meja Ke Tiang = 15,25 cm
Permainan tunggal
  1. Setiap bola mati menghasilkan nilai satu.
  2. Servis berganti pemain setiap mencapai poin kelipatan 2.
  3. Pemegang servis bebas menempatkan bola dari segala penjuru lapangan.
  4. Permainan satu set berakhir apabila pemain mencapai nilai 11, dan kemenangan diraih apabila mencapai 3 atau 4 kali kemenangan set.
  5. Apabila terjadi deuce, permainan berakhir jika selisih nilai adalah 2. misal: 15-13, 18-16
Permainan ganda
  1. Setiap bola mati menghasilkan nilai satu.
  2. Servis bergantian setiap poin kelipatan 5.
  3. Pemain bergantian menerima bola dari lawan
  4. Pemegang servis hanya bisa menempatkan bola ke ruang kamar sebelah kanan lawan.
  5. Permainan satu set berakhir apabila pemain mencapai nilai 11, dan kemenangan diraih apabila mencapai 3 atau 4 kali kemenangan set.
  6. Apabila terjadi deuce, permainan berakhir jika selisih nilai adalah 2. misal: 15-13, 18-16

Continue reading →

PENGERTIAN FISIOLOGI OLAHRAGA

Fisiologi

Ilmu yg mempelajari fungsi dan cara kerja organ-organ tubuh serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun dari luar tubuh.

Fisiologi Olahraga

Adalah bagian atau cabang dari fisiologi yg khusus mempelajari perubahan fungsi yang disebabkan oleh latihan fisik:

  • Bagaimana perubahan fungsi itu dpt terjadi apabila seseorang melakukan latihan tunggal  (acute exercise).

  • Perubahan apa yg dpt terjadi pada fungsi tubuh setelah melakukan latihan berulang-ulang (chronic exercise) dan bagaimana perubahan fungsi tubuh itu berlangsung.

  • Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan respon dan adaptasi tubuh thd latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

Faal olahraga mempelajari perubahan-perubahan fungsi organ-organ baik yg bersifat sementara (akut)  maupun yg bersifat menetap karena melakukan olahraga baik untuk tujuan kesehatan maupun utk tujuan prestasi.

Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi yg disebabkan oleh latihan tunggal (acute exercise) atau latihan yg dilakukan secara berulang-ulang (chronic exercise) dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap intensitas, durasi, frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu. Fungsi dan mekanisme kerja organ-organ tubuh akan selalu bereaksi  dalam rangka penyesuaian diri demi terciptanya “HOMEOSTASIS” (kecenderungan organisme hidup untuk mempertahankan lingkungan dalam “Millieau Interieur” yang stabil bagi selnya.

Berolahraga adalah melakukan suatu kegiatan tubuh yang melibatkan organ-organ tubuh (Jantung, paru, otot, syaraf, pembuluh darah, otot, kelenjar dst). Aktivitas olahraga akan menimbulkan reaksi dari organ-organ tubuh berupa usaha-usaha penyesuaian diri. Derajat kesehatan sel menentukan kualitas fungsional atau vitalitasnya, yg dengan sendirinya akan menentukan derajat kesehatan, kualitas hidup dan vitalitas kehidupan undividu yg bersangkutan.

Dari sudut pandang ilmu faal pelatihan atau aktifitas olahraga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional sel, yang dengan sendirinya berarti juga meningkatkan kemampuan fungsional individu (manusia) yg bersangkutan. Pelatihan/aktivitas olahraga harus bersifat fisiologis  yaitu: dari sudut pandang sel tidak menyebabkan gangguan Homeostasis yg melebihi batas-batas fisiologis. Perubahan kondisi Homeostasis harus sudah pulih dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.

Pengetahuan dasar tentang apa yang terjadi selama latihan fisik dan bagaimana perubahan itu terjadi sangat penting untuk dimiliki oleh pelatih, pembina, guru olahraga, atlet dan mahasiswa olahraga.

Proses Penyesuaian diri akan tergantung pada:

  1. Stressor - nya: Jenis olahraga, Intensitas, waktu, frekuensi yang dilakukan, dll

  2. Organic – nya: adalah faktor-faktor yang dimiliki individu bersangkutan, untuk dapat melakukan penyesuaian fungsional secara maksimal (Umur, seks, kesegaran jasmani, kesehatan dst)

  3. Keadaan lingkungan : panas, dingin, lembab, ketinggian dst.

 

Reaksi penyesuaian diri dapat berupa:

  1. Jawaban sewaktu (Respon)

  2. Adaptasi organ-organ tubuh


sumber : Fisiologi Olahraga dan Kesehatan, Drs. Tri Rustiadi, M.Kes.
Continue reading →

Kamis, 11 September 2014

Peminaan Olahraga Prestasi

Oleh Hartono Hadjarati
 
1. Memberdayakan Olah Raga Nasional
  
Dalam kehidupan modern olahraga telah menjadi tuntutan dan kebutuhan hidup agar lebih sejahtera.Olahraga semakin diperlukan oleh manusia dalam kehidupan yang semakin kompleks dan serba otomaTis, agar manusia dapat mempertahankan eksistensinya terhindar dari berbagai gangguan atau disfungsi sebagai akibat penyakit kekurangan gerak (Hypo Kinesis Desease). Olahraga yang dilakukan dengan tepat dan benar akan menjadi faktor penting yang sangat mendukung untuk pengembangan potensi dini. Kesehatan, kebugaran jasmani dan sifat-sifat kepribadian yang unggul adalah faktor yang sangat menunjang untuk pengembangan potensi diri manusia, dan melalui pendidikan jasmani, rekreasi, dan olah raga yang tepat faktor-faktor tersebut dapat diperoleh. Melalui pembinaan olahraga yang sistematis, kualitas SDM dapat diarahkan pada peningkatan pengendalian diri, tanggungjawah, disiplin, sportivitas yang tinggi yang mengandung nilai transfer bagi bidang lainnya. Berdasarkan sifat-sifat itu, pada akhirnya dapat diperoleh peningkatan prestasi olahraga yang dapat membangkitkan kebanggaan nasional dan ketahanan nasional secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pembangunan olahraga perlu mendapat perhatian yang lebih proporsional melalui perencanaan dan pelaksanaan sistemiatis dalam pembangunan nasional.
Hakekat pembangunan olahraga nasional adalah upaya dan kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga yang merupakan bagian upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang utamanya ditujukan untuk pembentukan watak dan kepribadian termasuk sifat-sifat disiplin, sportivitas dan etos kerja yang tinggi. Berdasarkan kualitas kesehatan akan tercapai peningkatan prestasi olahraga yang dapat membangkitkan kebanggaan nasional dan membawa nama harum bangsa. Penyelenggaraan pembangunan olahraga nasional utamanya didasarkan pada kesadaran serta tanggungjawah segenap warga negara akan hak dan kewajibannya dalam upaya untuk berpartisipasi guna peningkatan kualitas sumber daya manusia, melalui olahraga sebagai kebiasaan dan pola hidup, serta terbentuknya manusia dengan jasmani yang sehat, bugar, memiliki watak dan kepribadian, disiplin, sportivitas, dan dengan daya tahan yang tinggi akan dapat meningkatkan produklivitas, etos kerja dan prestasi. Pembangunan olahraga selama ini dilaksanakan lewat dua jalur. Jalur pertama adalah melalui jalur pendidikan, yang penyelengaraannya dikoordinasikan oleh Depdiknas, dan kedua adalah pembangunan olahraga lewat jalur masyarakat yang penyelengaraannya selama ini di koordinasikan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), sebagai organisasi yang mewakili unsur masyarakat.
Pembangunan olahraga lewat jalur pendidikan atau sekolah dikenal dengan istilah pendidikan jasmani (physical education) ditempuh dengan cara memasukkan muatan pendidikan jasmani ke dalam satuan pelajaran pada setiap jalur dan jenjang pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi baik intra maupun ekstrakurikuler. Sedangkan pelaksanaan pembangunan olahraga lewat jalur masyarakat, ditempuh melalui serangkaian kegiatan yang serasi untuk tujuan peningkatan prestasi meliputi, pemasalan, pemanduan bakat, pembibitan calon atlet, pembinaan atlet, serta peningkatan prestasi atlet. Keseluruhan kegiatan itu membutuhkan dukungan iptek keolahragaan.Sesuai dengan Undang-Undang No 25 tahun 2000, ada empat program pemerintah yang akan dilaksanakan dalam upaya pembangunan olahraga nasional yaitu: Pertama, Program Pengembangan dan keserasian Kebijakan Olahraga; Kedua, Program Pemasyarakatan Olahraga dan Kesegaran Jasmani; Ketiga, Program Pemanduan Bakat dan Pembibitan Olahraga; Keempat, Program Peningkatan Prestasi Olahraga. Pelaksanaan program-program pembangunan tersebut dilakukan secara merata, sistematis dan terpadu untuk seluruh lapisan masyarakat di seluruh tanah air dengan menyesuaikan kondisi geografi dan budaya bangsa, serta melibatkan seluruh potensi dan kekuatan bangsa sehmgga dapat diwujudkan suatu keluarga, masyarakat, dan bangsa yang memiliki kemampuan olahraga yang tangguh, yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kehidupan dan prestasi olahraga di tingkat nasional, regional maupun internasional.
Berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan olahraga dewasa ini, secara umum dapat dikelompokkan dalam kaitannya dengan bidang pendidikan jasmani olahraga itu sendiri.Sejalan dengan kebijakan nasional yang akan ditempuh dibidang olahraga, maka permasalahan akan dirumuskan dalam kaitannya dengan empat (4) tema utama program pembangunan olahraga nasional yang tertuang di dalam propenas, adalah sebagai berikut:
1. permasalahan dalam kaitannya dengan pengembangan dan keserasian kebijakan olahraga. Masalah paling kritis dalam pembangunan olahraga nasional dewasa ini adalah ketidak mampuan seluruh instansi keolahragaan untuk melaksanakan upaya pembinaan yang berlandaskan pada sebuah sistem manajemen yang mantap, yang ditandai dengan adanya interkoneksitas dan keterpaduan segenap unsur terkait secara nasional. Selama ini, perumusan dan pelaksanaan kebijakan olahraga bersifat semi-independen yang dilaksanakan melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai wakil pemerintah, dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), beserta induk-induk olahraga yang ada sebagai unsur masyarakat. Di sisi lain kinerja dari kedua institusi tersebut terbukti memang belum mampu mewujudkan adanya keserasran dalam penerapan kebijakan di bidang keolahragaan, yang pada akhirnya berujung pada lemahnya proses pembinaan dan tidak tercapainya target-terget yang diharapkan dalam pembinaan keolahragaan nasional. Sejalan dengan desentralisasi pembangunan, titik berat pelaksanaan pembangunan olahraga, tidak hanya bergeser dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi juga harus lebih mengarah pada pemberdayaan dan pembangkitan partisipasi masyarakat, sementara pemerintah lebih bergerak sebagai fasilitatordan motivator. Dengan semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan nasional yang harus dihadapi di bidang keolahragaan dewasa ini, tuntutan akan adanya pengembangan dan keserasian sistem manajemen kebijakan nasional dan keorganisasian, dalam arti luas, yang menyangkut perencanan, koordinasi, pendayagunaan sumber daya yang ada sampai pada evaluasinya, menjadi suatu hal yang mutlak harus dilaksanakan. Kehadiran Direktorat Jenderal Olahraga diharapkan mampu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan pengembangan kebijakan dan keserasian dalam implementasi kebijakan olahraga tersebut.
2. permasalahan dalam kaitannya dengan pemasyarakatan olahraga dan kesegaran jasmani. Selama ini, masyarakat merupakan potensi utama dalam mendukung dan memacu peningkatan kemajuan olahraga nasional belum diberdayakan secara optimal. Dengan kondisi kesegaran jasmani masyarakat termasuk generasi muda hingga dewasa ini yang masih belum memadai seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, perlu semakin didorong peransertanya dalam membangun kemandiran olahraga antara lain melalui perumusan kebijakan yang lebih mengarah pada upaya untuk memfasilitasi dan memotivasi masyarakat untuk lebih menghidupkan klub-klub olahraga prestasi, memantapkan gerakan olahraga massal, olahraga pendidikan (pendidikan jasmani) serta olahraga rekreasi. Upaya Melestarikan olahraga tradisional, pengelolaan olahraga khusus dan olahraga rehabilitasi.
3. permasalahan dalam kaitannya dengan pemanduan bakat dan pembibitan olahraga. Berdasarkan ukuran-ukuran internasional, kinerja program pemanduan bakat dan pembibitan olahraga yang dilaksanakan di Indonesia masih kurang sistematis yang berbuah pada ketidak mampuan atlet-atlet Indonesia dalam cabang olahraga tertentu untuk mampu bersaing di tingkat internasional. Oleh sebab itu, perlu diciptakan model dan perencanaan program pamanduan bakat dan pembibitan yang lebih sistematis dan terpadu, guna mendukung pembinaan yang berjenjang dan berkesinambungan, melalui penerapan metoda yang tepat dengan memanfaatkan iptek olahraga. Selanjutnya bibit-bibit olahragawan berbakat yang berhasil diindetifikasi perlu dibina melalui pusat pembinaan seperti PPLP dan PPLM. Pada saat ini, secara keseluruhan, pembinaan olahraga masih bersifat sporadis dan kurang didasarkan pada orientasijangka panjang, suatu kondisi yang bertentangan dengan kenyataan, bahwa pencapaian prestasi olahraga memerlukan waktu cukup panjang antara 10-12 tahun untuk dapat mencapai puncak usia prestasi, sesuai dengan watak olahraga masing-masing.
4. permasalahan dalam kaitannya dengan prestasi olahraga. Permasalahan yang cukup serius dihadapi dalam masalah ini adalah lemahnya landasan pembinaan yang selama ini dilaksanakan lewat pendidikan jasmani, disertai dengan dukungan partisipasi masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, pendidikan jasmani perlu dikembangkan secara intentisif dan komprehensif dengan memperhatikan komponen kurikulum, guru, sarana dan prasarana. Sedangkan, proses pembinaan dengan model piramid yang berkesinambungan dari usia dini, yunior, hingga atlet senior, juga kurang terwujud misalnya Proyek Garuda Emas.
Dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan di atas, maka tantangan pembangunan olahraga untuk kurun waktu lima tahun kedepan adalah sebagai berikut:
1. dalam kaitannya dengan pengembangan dan keserasian kebijakan olahraga, adalah bagaimana mengupayakan langkah-langkah untuk terciptanya sistem koordinasi antar unit terkait baik di tingkat pusat sampai tingkat daerah sehingga dapat mewujudkan adanya keserasian dalam perumusan kebijakan olahraga.
2. dalam kaitannya dengan pemasyarakatan olahraga dan kesegaran jasmani, adalah bagaimana mendorong partisipasi aktif masyarakat agar lebih peduli dengan kegiatan olahraga dan kemaslahatan yang diperoleh, seperti kondisi kesehatan paripurna, dan dampak pengiring lainnya seperti peningkatan produktif vitas. Kegiatan kesegaran jasmani melalui penerangan/penyuluhan yang sistematis dengan lebih menggelorakan panji olahraga yaitu "Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat". Selain itu, bagaimana meningkatkan dukungan masyarakat dalam pembinaan olahraga, terutama dalam kaitannya dengan penggalian sumber-sumber dana dari masyarakat secara legal dan transparan, sehingga kebutuhan akan sarana dan prasarana olahraga dapat dipenuhi.
3. dalam kaitannya dengan pemanduan bakat dan pembibitan olahraga adalah bagaimana menciptakan suatu sistem pemanduan bakat dan pembibitan olahraga baik lewat jalur sekolah maupun lewat jalur prestasi olahraga dengan didukung oleh tenaga-tenaga yang profesional dan penanganan yang terpadu.
4. dalam kaitannya dengan prestasi olahraga adalah bagaimana meningkatkan daya saing Indonesia dalam event-event olahraga baik di tingkat regional dan internasional sehingga memberikan citra dan nama bangsa yang lebih baik di mata internasional. karena akhir-akhir ini olahraga kita terpuruk baik tingkat regional dan Internasional.
Baru sebagian masyarakat Indonesia yang menyadari olahraga sebagai sebuah kebutuhan. Kesadaran ini belum merata di semua lapisan masyarakat. Penyebabnya bukan ketidaktahuan akan manfaat olahraga namun lebih karena kebiasaan dan gaya hidup serta perbedaan cara pandang tentang olahraga.
Pergeseran orientasi terhadap jenis dan nilai olahraga terjadi akibat perubahan dalam gaya hidup. Pertama, gaya hidup yang berorientasi mengejar kesenangan dan kenyamanan fisik berpengaruh nyata terhadap perubahan kultur gerak. Banyak karyawan atau pekerja kantoran menghindari naik turun tangga. Mereka lebih suka menggunakan lift. Pada masa usia dini, "kenyamanan" pun secara tidak sadar ditanamkan. Alih-alih harus berjalan kaki, anak-anak berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan antar jemput. Kedua, pergeseran gaya hidup pun memengaruhi masyarakat dalam memandang olahraga. Berolah raga kini tidak selalu dikaitkan dengan kompetisi dan prestasi, tetapi juga karena tujuan lain, terutama sebagai gaya hidup. Itulah sebabnya, klub-klub senam kebugaran, pengobatan, dan kemolekan tubuh marak di mana-mana dan lebih populer dibandingkan senam ritmik dan cabang prestasi lainnya. Ketiga, pilihan jenis dan tujuan olah raga pun bergeser. Orientasi olahraga yang langsung atau tidak langsung bersifat ekonomi tumbuh semakin tajam. Orientasi ekonomi langsung, terlihat pada "perkawinan" antara olahraga dengan ekonomi. Olahraga pun kini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan dalam dua dekade terakhir, ekonomi olahraga tumbuh dengan eskalasi makin besar. Kontribusi olahraga bagi pertumbuhan ekonomi tampak dalam pengembangan industri olahraga. Di negara maju olahraga sudah terindustrialisasi secara masif. Perubahan struktur ini juga diikuti dengan penanaman nilai-nilai profesionalisme secara ketat. Semakin besar nilai, kontrak, misalnya, semakin berat beban profesionalisme sang atlet.
Ternyata, industrialisasi olahraga pun mengalami globalisasi. Seperti juga di bidang lain di luar olahraga, globalisasi industri olahraga pun membuat bangsa kita tergagap. Kita tidak siap bersaing dan hanya menerima luberan pengaruh kultur olahraga pada skala global. Nilai profesionalisme pun mulai ditanamkan di kalangan atlet nasional, meski tidak utuh seperti yang berlaku pada masyarakat yang industri olahraganya sudah maju. Namun gejala umum berlaku dalam dunia olahraga kita adalah bahwa ternyata perubahan stuktur (seperti aturan transfer) tidak selalu diikuti kultur profesional. Itulah sebabnya, tawuran kerap terjadi pada ajang yang mengusung bendera profesionalisme. Pengaruh olahraga terhadap ekonomi juga bisa bersifat tidak langsung. Olahraga telah mengurangi beban pengeluaran masyarakat dalam aspek kesehatan. Derajat kebugaran jasmani dan kesehatan yang baik akan menurunkan biaya perawatan kesehatan, dan malah meningkatkan produktivitas kerja. Dalam konteks pembangunan Nasional, pembinaan olahraga diharapkan memberikan daya ungkit (leverage) bagi pencapaian target pembangunan masyarakat. Meski tidak langsung, daya ungkit olahraga bagi pencapaian Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Program Pemerintah Pusat 2010 diyakini akan signifikan. Pencapaian visi dan misi pemerintah Pusat membutuhkan dukungan semua pihak. Pada sisi ini, derajat kesehatan aparatur dan masyarakat yang baik secara tidak langsung akan berdampak terhadap peningkatan kinerja dan kualitas penyelesaian tugas. Bagaimanapun peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia Indonesia, pengembangan struktur perekonomian Nasioanl yang tangguh, dan pemantapan kinerja pemerintah daerah membutuhkan dukungan aparatur yang sehat. Demikian pula dengan peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan agama dan budaya Nasional membutuhkan dukungan masyarakat yang sehat secara fisik dan mental.
Pemberdayaan masyarakat Olahraga telah lama menjadi instrumen pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.Peran ini bukan hanya diperlihatkan dalam ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) I yang terkesan heroik, tetapi juga diperlihatkan dalam berbagai even olahraga yang digelar sebelumnya. Kini, lingkungan strategis olahraga telah berubah. Tantangan yang dihadapi bangsa-bangsa bukan melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, tetapi memacu persaingan dan mengejar kesetaraan dalam hubungan antarbangsa. Dalam lingkup global, terjadi peningkatan kesadaran akan saling ketergantungan antarbangsa melalui difusi kultur olahraga. Dalam konteks ini, permasalahan sistem keolahragaan nasional tidak terlepas dari tekanan politik, ekonomi, dan budaya global. Kita tak akan bergeser dari komitmen lama untuk menempatkan olahraga sebagai bagian integral dari pembangunan. Dengan demikian, olahraga ditempatkan bukan sekadar merespons tuntutan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya, tetapi ikut bertanggung jawab untuk memberikan arah perubahan yang diharapkan. Keteguhan terhadap komitmen tersebut didukung oleh begitu banyak fakta dan pengalaman bahwa olahraga yang dikelola dan dibina dengan baik akan mendatangkan banyak manfaat bagi warga masyarakat. Seperangkat nilai dan manfaat dari aspek sosial, kesehatan, ekonomi, psikologis dan pedagogis merupakan landasan yang kuat untuk mengklaim bahwa olah raga merupakan instrumen yang ampuh untuk melaksanakan pembangunan yang seimbang antara material, mental, dan spiritual. Dari aspek sosial diakui bahwa olahraga merupakan sebuah aktivitas yang unik karena sangat potensial untuk memperkuat integrasi sosial. Secara bertahap dan bersusun dari unit kecil (misalnya, klub), komitmen emosional pada satu tujuan bersama dapat meningkat ke tingkat komunitas, masyarakat sebuah daerah hingga ke jenjang nasional. Itulah sebabnya olahraga, seperti yang sering kita alami dalam olahraga kompetitif, dipandang ampuh untuk membangun persatuan dan kesatuan nasional.
Sementara dalam skala nasional, perubahan paradigma pembangunan nasional ke arah desentralisasi diikuti pula perubahan dalam kebijakan pembinaan olahraga yang searah dengan demokratisasi dalam segala bidang. Pembinaan olahraga akan lebih banyak melibatkan partisipasi dan prakarsa masyarakat. Perubahan ini semestinya diikuti oleh pemberdayaan masyarakat di bidang olahraga.yang seperti tertuang dalam Undang-undang Keeolahragaan No 03 2005. Selaras dengan semangat zaman, derajat partisipasi masyarakat dalam pembangunan olahraga akan menentukan postur dan kemajuan pembangunan olahraga suatu daerah. Masyarakat bukan hanya perlu didorong dalam menjadikan olahraga sebagai kebutuhan, tetapi juga mengambil peran dalam memajukan olahraga daerah. Pembangunan olahraga yang bertumpu pada peran serta masyarakat dulu telah dicoba dalam kemasan gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolah ragakan masyarakat. Gerakan ini memerlukan revitalisasi sehingga menjadi focal concern baru. Hal ini bukan tidak mungkin, karena tekanan hidup menuntut masyarakat mengubah pola hidup. Pilihan pola hidup sehat dapat menjadi solusi di saat krisis. Tentu saja kebijakan ini memerlukan instrumen pendukungnya.
Pembangunan sarana prasarana olahraga selain harus memperhatikan sebaran demografis juga tidak melupakan kebutuhan penyediaan pelayanan olahraga bagi anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan khusus. Pengembangan pelayanan olahraga untuk untuk kelompok khusus, terutama untuk orang cacat masih membutuhkan peningkatan dalam berbagai aspek. Untuk pembinaan kelompok khusus ini, kita masih kekurangan tenaga pembina yang kompeten maupun sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan pembinaan.
Sedangkan dalam hal pembinaan olahraga prestasi perlu didukung peningkatan sarana prasaran olahraga dan sumberdaya manusia yang kompeten. Pembinaan olahraga prestasi diletakkan di atas landasan pendidikan jasmani dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Pembinaan dilakukan dengan memperhatikan beberapa kecenderungan berikut. Pertama, introduksi dan penerapan teknologi olahraga untuk mendorong efisiensi pembinaan olahraga prestasi. Sayangnya industri olahraga dalam negeri baru sebatas memperoleh hak paten untuk memproduksi peralatan olahraga. Hal ini menunjukkan betapa tertinggalnya riset dan pengembangan dalam bidang keolahragaan, baik di perguruan tinggi maupun di lembaga riset swasta dan milik pemerintah. Prioritas riset dan pengembangan bisa diletakkan dalam upaya reservasi jenis olah raga tradisional yang menjadi bagian dari pranata sosial budaya masyarakat namun mulai ditinggalkan pendukungnya. Selain itu, riset dan pengembangan pun perlu diarahkan pada penyediaan peralatan dan perlengakapan olaharaga sehingga tidak sepenuhnya bergantung kepada produk luar negeri yang mahal. Pemajuan aspek-aspek di atas membutuhkan keterlibatan semua pihak. Tidak hanya keterlibatan jajaran pemerintahan daerah, tetapi juga keterlibatan dan prakarsa para pengusaha, tokoh masyarakat, dan elemen lain. Sudah saatnya prestasi Nasioanl beranjak pada level yang lebih bergengsi. Hal ini bukan perkara yang absurd, mengingat potensi yang dimiliki masyarakat Indonesia lebih dari memadai. Bukan hanya potensi atlet, tetapi juga potensi dalam pembinaan. Karena itu, kata kunci keemajuan olahraga nasional adalah membangun sinergi,dalam menjadikan olahraga sebagai budaya masyarakat dan pembinaan olahraga prestasi Nasional.Ancaman yang dibangkitkan oleh gaya hidup pasif, mendatangkan persoalan yang sangat merugikan kehidupan manusia dengan aneka bentuk penyakit degeneratif, penyakit kurang gerak. Obesitas, alias kegemukan, sudah menjadi sebuah masalah internasional dengan rangkaian akibat yang terkait langsung seperti terserang penyakit jantung koroner, diabetes melitus, kolesterol tinggi, dan lain yang sejenis.
Olahraga dan kesehatan memiliki kaitan langsung dengan ekonomi. Kita dapat belajar dari pengalaman Australia. Di sana, kesehatan dan olahraga sudah mengakar. Setiap peningkatan partisipasi penduduk dalam berolah raga hingga 5% akan mengurangi anggaran perawatan kesehatan sebesar 439 juta dolar. Secara umum pernah diungkapkan oleh sebuah riset, bahwa investasi sebesar 1 dolar untuk aktivitas jasmani atau olahraga akan menghemat biaya perawatan kesehatan sebesar 3,2 dolar. Dari aspek kejiwaan, olahraga atau aktivitas jasmani yang dilakukan hingga intensitas memadai, moderat, sangat efektif sebagai wahana untuk meningkatkan ketahanan terhadap stres dan menanggulangi depresi. Dari aspek ekonomi, data yang diperoleh misalnya dari Korea dan Australia menunjukkan prospek olahraga yang sangat positif untuk ikut serta meningkatkan ekonomi melalui beberapa segmen industri olah raga, di antaranya peralatan dan perlengkapan serta konstruksi fasilitas olahraga. Melalui pendekatan pembelajaran keterampilan taktis misalnya, diketahui bahwa pendidikan jasmani dan olahraga efektif untuk membina keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Karena itu, para peneliti sampai pada kesimpulan bahwa aktivitas jasmani atau olahraga sangat bermanfaat untuk memupuk kemampuan memecahkan masalah.
Tentunya kita sepaham bahwa pendidikan jasmani merupakan peletak dasar untuk segala aspek meliputi fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional spiritual. Kecakapan berolahraga di sepanjang hayat untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, memerlukan pembekalan keterampilan sejak awal. Kita dapat menilai seberapa jauh kultur olahraga sudah berkembang di suatu masyarakat atau negara bergantung pada kebiasaan mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani secara aktif. Dalam kaitan ini maka antara olahraga masyarakat (rekreasi), selalu ada interaksi dengan olahraga kompetitif-prestasi dalam suasana saling mendukung dan menunjang. Dengan berdirinya Menpora sekarang ini, kegiatan utama yang perlu dilaksanakan ialah memperkuat kesisteman yang sudah dirintis dalam sejumlah wilayah kunci yang menjadi fokus pemecahan. Karena itu, sangat dibutuhkan sebuah dokumen yang kukuh tentang "Arah Strategis dan Manajemen Pembangunan Keolahragaan Nasional", yang kemudian berfungsi sebagai pemberi arah dan sekaligus sebagai alat untuk memantau perubahan dan perkembangan program. Dalam pengembangan rencana strategis, perlu diperhatikan beberapa kaidah seperti prinsip inklusif yang menekankan keikutsertaan semua warga masyarakat melalui pemberian kesempatan dan akses untuk berolahraga. Perlu diupayakan lingkungan yang sehat dan aman, layanan yang mudah diperoleh, manajemen yang transparan, dan akuntabel serta penerapan sistem pengukuh berupa penghargaan dan penciptaan rasa aman di kalangan pelatih dan atlet.
Komitmen untuk melaksanakan dan menyepakati arah strategis pembangunan keolahragaan nasional itu diperkuat oleh komunikasi dan koordinasi, selain mesti terjamin sisi keberlanjutannya. Berdasarkan paparan singkat itu sangat jelas bahwa subsistem pendidikan jasmani atau olahraga pelajar/mahasiswa tidak boleh terbengkalai pembinaannya dan termasuk ke dalam kebijakan umum. Olahraga masyarakat (rekreasi) merupakan kegiatan "penyedap" dan penggairah dalam rangka membangun kembali vitalitas hidup. Kegiatan itu ikut serta membangun sebuah mood kejiwaan yang sehat. Sama sekali tak dapat diabaikan perkembangan dan trend olahraga kompetitif untuk berprestasi meskipun ada ayunan perubahan yang mengarah kepada perolehan keuntungan yang bersifat material; ada pergeseran dari amateur ke profesional, paling tidak di tubuh Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang dirintis semasa kepemimpinan Presiden IOC, Juan Antonio Samaranch. Banyak negara, meski dengan jumlah penduduk sedikit, mampu berprestasi dalam olahraga, seperti yang diraih oleh Australia dalam Olimpiade Sydney 2000 dan Olimpiade Athena 2004. Jawabannya, sebagian karena faktor penentu berupa tingkat kepuasan hidup. Kemerosotan Rusia misalnya, lebih banyak karena keterbatasan dana untuk mengoperasionalkan sistem. Mereka bisa sekadar bertahan untuk memelihara sistem yang sudah mantap, tetapi sukar untuk mencapai hasil optimal karena faktor ekonomi. Mungkin tanpa kita sadari, pada tataran lingkungan yang lebih luas ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap arah, isi dan bahkan cara mengelola olahraga. Sistem politik mempengaruhi model pembinaan dan institusi yang menanganinya. Sistem ekonomi memengaruhi struktur pembiayaan yang terkait dengan kemampuan kita mempertahankan kesinambungan sistem.
 Struktur pendidikan memengaruhi seberapa banyak peluang dan keterlaksanaan pendidikan jasmani yang menjadi dasar bagi perkembangan olahraga. Jumlah penduduk berpengaruh terhadap jumlah anak dan kaum muda sebagai calon olahragawan sehingga penduduk yang besar seperti di Indonesia merupakan sebuah aset yang luar biasa nilainya. Jadi dibutuhkan upaya, seiring dengan pendidikan, untuk mengubah faktor penduduk bukan sebagai beban tetapi sebagai modal. Tanpa aspirasi yang kental terhadap olahraga, maka suatu daerah sulit berkembang dalam olahraga. Seberapa efektif mekanisme penelusuran dan promosi bakat telah dilaksanakan yang berarti kegiatan di klub usia dini dan olahraga di sekolahan merupakan tempat menyemai bibit-bibit. Komponen itu akan berkembang subur bila didukung oleh komponen pelatihan yang semakin membaik, seperti halnya struktur kompetisi yang semakin kuat ditinjau dari volume atau kekerapan pelaksanaan, termasuk kualitasnya.
Namun demikian, unsur pelatih termasuk kualifikasinya sangat menentukan. Pelatihan yang berbasis pengetahuan dan teknologi merupakan alternatif yang tak bisa ditawar-tawar. Adalah sebuah mimpi untuk tetap mempertahankan hegemoni (misalnya di kawasan ASEAN) atau menerobos prestasi olimpiade tanpa pelatih yang andal dan dukungan lab beserta para ahli pendukung terkait seperti biomekanika dan psikologi olah raga, selain aspek sport medicine.
Dari sisi struktur venues atau sarana dan prasarana olahraga, kita di Indonesia sangat lemah baik dari sisi jumlah maupun mutu, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat dikembangkan standar pelatihan bermutu tinggi. Untuk bisa bersaing di tingkat internasional, sudah tak mungkin lagi pelatihan dilakukan secara sambil lalu atau paruh waktu. Model-model pelatihan mutakhir menuntut volume pelatihan yang besar dan penempatan pelatihan secara terpadu.
Atas dasar alasan inilah, Australia memiliki 8 sentra pelatihan, Spanyol 31, Prancis 21 dan AS yang berbasis pada sekolah dan universitas mendirikan "Olympic Training Camp" di Colorado.
Kita di Indonesia merintis pendirian sentra ini seperti pendirian Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) sebanyak 93 buah dan Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM) sebanyak 15 buah yang tersebar di seluruh Indonesia. Embrio dari pusat pelatihan daerah (PPLD) yang idealnya ada di setiap provinsi, juga masih memerlukan pembenahan. Konsep dasarnya ialah bagaimana mengintegrasi kegiatan pelatihan dan pendidikan secara serasi yang didukung oleh logistik.
Menyedihkan sekali nasib mantan atlit ini yakni Abdul Madjid, sprinter 100 meter dan 200 meter pada tahun 1960-an asal Kalimantan Selatan,Ubannya memutih dan bentuk tubuhnya sudah berubah, bertambah gemuk. Dalam usianya sudah mencapai 60 tahun, ia belum berkeluarga dan masih tinggal di rumah kontrakan. Untuk mencari nafkah ia menjual tenaganya sebagai buruh di Pelabuhan Tri Sakti. Masih banyak Madjid lainnya yang senasib. Tata latar inilah yang mendorong Ditjen Olahraga pada dua tahun terakhir ini mengembangkan sistem penghargaan dalam bentuk program konseling karier atlet. Di Australia disebut program Pendidikan Karier Atlet (PKA). Motonya: Kita tak mampu memberi ikannya, tetapi hanya dapat memberi kailnya. Itulah masalah yang masih tersisa dan tak akan pernah tuntas penyelesaiannya karena selalu terjadi perubahan dinamis. Semoga Pak Menteri Pemuda dan Olahraga diberi kekuatan untuk mengatasi masalah olahraga yang justru dapat mendatangkan maslahat bagi bangsa. Kita perlu memberikan dukungan yang tulus kepadanya beserta jajarannya
    Jakarta, (tvOne)
Menteri Negara Pemuda dan Olah raga (Menpora), Andi Mallarangeng mengatakan, pembinaan olah raga, baik olah raga prestasi, pendidikan dan rekreasi harus Melibatkan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). "Dengan IPTEK kita akan lebih mudah memantau perkembangan atlet secara keilmuan. Sistem ini sangat diperlukan," katanya usai pemberian bantuan Penguatan Laboratorium IPTEK olah raga 2009 di Jakarta, Kamis (19/11).  Menurutnya, khusus untuk pembinaan atlet olah raga prestasi, diperlukan dukungan dari semua pihak termasuk kalangan yang konsen pada pendidikan olahraga. Dengan dibangunnya laboratorium olah raga di daerah-daerah pada perguruhan tinggi, akan lebih mudah memantau perkembangan pembinaan atlet. "Dengan IPTEK, kemampuan olahragawan bisa diukur secara keilmuan. Dengan demikian pembinaan akan lebih efisien dan diharapkan mampu mendapatkan hasil yang maksimal," katanya menambahkan.  Ia menjelaskan, guna mendukung hal tersebut pihaknya memberikan bantuan alat-alat laboratorim olah raga yang diharapkan bisa mendukung pembinaan atlet terutama di daerah daerah. Laboratorium olah raga telah dikembangkan sejak tahun 2006. Laboratorium itu dibangun di beberapa perguruhan tinggi dan sekolah menengah atas di Indonesia. 
Periode 2006-2008, laboratorium olah raga telah dikembangkan di antaranya Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Negeri Surabaya. Untuk tingkatan sekolah menengah yang telah mengembangkan laboratorium olah raga di antaranya SKO Ragunan dan SMAN olah raga Sidoarjo, Jawa Timur.  Tahun 2009 institusi yang telah melakukan pengembangan dan penguatan laboratorium olah raga di antaranya Universitas Negeri Jakarta, Universitas Airlangga Surabaya, SKO Ragunan, IKIP PGRI Samarinda dan Universitas PGRI NTT. (Ant)
3. Olahraga Butuh Sentuhan Presiden
    
    Haryanto Tri Wibowo
Tidak bisa dipungkiri, olahraga menjadi salah satu komoditi atau aset berharga suatu negara. Bayangkan betapa meriahnya saat Stadion Utama Gelora Bung Karno menggelar putaran final Piala Asia pada 2007 silam. Lihat juga ketika bendera Indonesia dikibarkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan di negara lain saat petinju juara dunia kelas bulu WBA Chris John atau saat pasangan bulu tangkis ganda putra nomor satu dunia Markis Kido/Hendra Setiawan menjuarai pertandingan.
Dari segi pendongkrak ekonomi negara bisa dicontohkan saat perhelatan tenis Wismilak atau Commonwealth Classic, yang diadakan di Bali. Salah satu ajang tenis kaliber dunia tersebut mampu membangkitkan pariwisata di Bali, setelah sempat kolaps. Dari beberapa contoh di atas, tidak bisa dipungkiri olahraga menjadi salah satu sektor yang perlu diperhatikan pemerintah. Ironisnya, dalam beberapa tahun terakhir, prestasi olahraga Indonesia cenderung terus menurun. Bahkan di sektor andalan Indonesia, seperti bulu tangkis, tim Merah Putih selalu merana dalam berbagai ajang.  Ada beberapa hal yang harus dibenahi. Yang paling utama jelas adalah melakukan singkronisasi atau menyelesaikan masalah Pelatnas yang dikeluarkan KONI/KOI dengan Program Atlet Unggulan (PAL) yang dikeluarkan Kemenegpora.  Pasalnya jika hal ini terus berlanjut, pembinaan atlet-atlet tidak akan berjalan dengan sempurna, bahkan bisa terpuruk. Bagaimana bisa memajukan olahraga bangsa jika ada dua ’kepala’ dengan dua pola pikir yang berbeda?
Hal lain yang diperhatikan adalah mengenai masalah dana. Masalah ini tidak terlepas dari ricuh PAL dan Pelatnas. Bayangkan, dana Pelatnas yang diperuntukkan persiapan jelang Sea Games Laos, Desember mendatang, telat cair, dikarenakan Menegpora sebelumnya hanya mengajukan anggaran PAL ke Departemen Keuangan dan tanpa disertai anggaran Pelatnas. Pelatnas terpaksa berjalan dengan mengandalkan dana dari daerah. Tidak ada prestasi yang instan, semuanya harus ada proses pembinaan sejak dini. Dan hal tersebut yang harus menjadi perhatian khusus presiden Indonesia . Masalah dana memang masih menjadi faktor utama. Ironis memang, bagaimana Indonesia bisa berprestasi tanpa adanya dukungan yang penuh dari pihak pemerintah, khususnya masalah dana. Terlebih fasilitas olahraga di Indonesia yang masih sangat memprihatinkan.
Orang-orang tampaknya lebih senang mendirikan mal ataupun pusat perbelanjaan, daripada sarana olahraga saat ini. Bagaimana bisa pengajuan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 diterima Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), jika fasilitas stadion sepak bola Indonesia masih mengenaskan? Masalah terakhir yang mungkin harus diperhatikan presiden terpilih adalah kesejahteraan atlet-atlet berprestasi setelah memasuki masa pensiun. Jika pemerintah tidak bisa memastikan masa depan atlet berprestasi sejak dini, dapat dipastikan bibit-bibit muda tersebut enggan menjadi atlet. Itu bisa disaksikan dengan begitu banyaknya para pemain maupun pelatih bulu tangkis Indonesia yang menyebrang ke negara lain, demi mendapatkan penghasilan yang lebih layak.
4. Indonesia Butuh Cetak Biru Pembinaan Olahraga
    SEMARANG (Suara Karya)
            Dunia olahraga memerlukan cetak biru untuk mengatasi keterpurukan yang sedang terjadi. Cetak biru itu harus dibuat oleh pemerintah bersama para pemangku olahraga di Indonesia. "Kita harus membuat cetak biru pengembangan olahraga nasional untuk mengatasi keterpurukan dan penurunan prestasi yang sedang terjadi. Ini perlu dibuat karena harus menyesuaikan dengan poja dan budaya yang dimiliki masyarakat. Pernyatan ini diutarakan Ketua Umum KOM/KOI Rita Subowo usai menerima gelar doktor kehormatan [honoris causa) bidang .pendidikan olahraga dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Kamis. Undang-Undang Olahraga yang sudah ada belum menjawab semua kebutuhan tersebut karena belum menyebut pembagian tugas dan porsi kerja lembaga atau organisasi di bidang ini. Hadir pada acara ini antara lain Agum Gumelar, Hendardji Supandji, MF Siregar, Siti Hutami Adiningsih, Subiakto Tjakrawerdaya, serta beberapa rektor perguruan tinggi di Indonesia. Menpora tidak hadir karena masih berada di Australia bersama Presiden SBY. Promotor Rita untuk meraih gelar tersebut adalah Prof DR Maman Rachman Msc. Bertindak selaku kopromotor adalah Prof Dr Hussein Arga-sasmita MA dan Prof Dr Tan-dyo Rahayu MPd. Ketua KONI Jateng Soediro Atmoprawiro juga hadir di acara tersebut.
Rita menyebutkan, dalam situasi ini tidak penting siapa yang harus mengambil peran lebih banyak atau lebih sedikit KONI juga tidak harus menjadi yang terdepan, yang penting semua punya fungsi untuk menjalankan cetak biru tersebut. "Ini merupakan sebuah ironi yang sangat memprihatinkan karena berbanding terbalik dengan pertumbuhan pusat perbelanjaan dan bisnis," kata Rita Subowo. Olahraga Indonesia dalam satu dekade terakhir sudah ketinggalan jauh dari negara tetangga seperi Singapura, Thailand, dan bahkan Vietnam. Di negara tersebut, sarana dan prasarana olahraganya dibangun secara merata dengan prioritas pembangunan kegiatan olahraga usia dini dan remaja. Kekurangan dana menurut Rita juga bukan satu-satunya penghalang kemajuan olahraga prestasi karena kultur dan budaya sebuah negara juga banyak berperan. "Jamaika dan Kuba bukanlah negara kaya, tapi bisa menghasilkan atlet atletik kelas dunia. Itu karena ditunjang oleh karakter yang bangga menjadi duta bangsa, dibarengi disiplin dan komitmen tinggi," katanya.Sementara kemajuan olahraga negara maju seperi AS dan Jerman lebih ditunjang sistem pembinaan terpadu melalui pendekatan ilmiah [sport science).
Mengomentari gelar yang dianugeraHkan kepadanya, Rita mengaku sangat bersyukur karena upayanya selama ini temyata mendapat perhatian dari banyak orang, termasuk kalangan akademis
Posted in Olah Raga by Redaksi on Agustus 28th, 2009
 Ambon (SIB)

Pengamat olah raga dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Jusak Syaranamual, M.Pd berpendapat, pembinaan olah raga idealnya dipisahkan dari pemuda, karena kenyataan cenderung diintervensi kepentingan politik. “Ini kewenangan presiden hasil pemilihan presiden (Pilpres) 8 Juli 2009 dan DPR, hanya bila berstatus departemen olah raga, maka pembinaan prestasi dan pembentukkan pengurus tidak diintervensi kepentingan politik,” katanya ketika dimintai tanggapan di Ambon. Dia mencontohkan, pembentukan pengurus KONI Maluku periode 2008 – 2013 yang ternyata melanggar Undang-Undang (UU), karena Gubernur Karel Albert Ralahalu masih dipercayakan menjadi Ketua Umum induk olah raga tersebut.
“Ini menunjukkan intervensi politik, sehingga UU tidak dipatuhi,” ujar Jusak seraya menambahkan, Ketua Umum KONI Pusat Rita Subowo yang melantik pengurus KONI Maluku.
Jusak yang merupakan dosen jurusan olah raga Fakultas Kejurusan dan Ilmu Pendidikan (FKPI) Unpatti Ambon berkeinginan, Kabinet 2009 – 2014 Departemen Olah raga sudah mandiri, berarti dipisahkan dari pemuda, sehingga tidak ada nuansa politik. “Departemen olah raga harus mandiri, barulah bisa meningkatkan prestasi optimal dan berkesinambungan di masa mendatang,” katanya menegaskan. Jusak mengemukakan, mandirinya Departemen olah raga, maka secara struktural bisa mengarahkan pembinaan hingga ke daerah-daerah, karena miliki kepanjangan tangan pada masing-masing dinas. “Sepanjang masih berstatus Menteri Negara Pemuda dan Olah raga (Menegpora), pembinaan olah raga, terutama di kalangan pelajar sebagai ‘aset’ potensial kurang optimal, karena terbatas jaringan koordinasi dengan dinas-dinas di daerah,” ujarnya. Dia juga mengimbau, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) supaya memberikan perhatian serius bagi pembinaan dan prestasi olah raga, sehingga Indonesia bisa kembali diperhitungkan, baik di regional maupun internasional. “Jadi sekiranya saat tahapan kampanye pilpres persoalan olah raga kurang disingggung, itu tidak berarti setelah terpilih memimpin Indonesia lima tahun mendatang mengurangi perhatian presiden terpilih terhadap komoditas olah raga,” kata Jusak Syaranamual.
6. MEMBENAHI SISTEM PEMBINAAN OLAHRAGA KITA
    oleh: Agus Mahendra
Keterpurukan olahraga kita di Busan pada Asian Games XIV yang lalu, telah mendorong penulis untuk memikirkan sebab-sebabnya. Pokok persoalan yang mengemuka, ternyata terletak pada kesalahan kita dalam menata sistem pembinaan olahraga kita. Selama ini, proses pembinaan olahraga kita lebih diwarnai corak potong kompas (crash program), sehingga tidak pernah memperlihatkan hasil yang konsisten. Kemajuan mungkin tetap ada, tetapi sulit dipertahankan konsistensinya. Apa yang dapat penulis pahami, masyarakat olahraga kita masih salah dalam mengimplementasikan pola pembinaan yang dikatakannya mengikuti pola piramid.
Model pembinaan bentuk segi tiga atau sering disebut pola piramid seharusnya berporos pada proses pembinaan yang bersinambung. Dikatakan bersinambung (kontinum) karena pola itu harus didasari cara pandang (paradigma) yang utuh dalam memaknai program pemassalan dan pembibitan dengan program pembinaan prestasinya. Artinya, program tersebut memandang penting arti pemassalan dan pembibitan yang bisa jadi berlangsung dalam program pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan program pengembangannya dalam kegiatan klub olahraga sekolah, dimatangkan dalam berbagai aktivitas kompetisi intramural dan idealnya tergodok dalam program kompetisi interskolastik, serta dimantapkan melalui pemuncakan prestasi dalam bentuk training camp bagi para bibit atlet yang sudah terbukti berbakat.
Dengan demikian,  corak ini dapat dipastikan agak berbeda dari yang ditempuh dalam pembinaan olahraga di Indonesia umumnya, misalnya program PPLP dan Ragunan, yang biasanya melupakan arti penting dari program penjas dan program olahraga rekreasi, tetapi langsung diorientasikan kepada puncak tertinggi dari model piramid. Yang ada bukan gambar pola piramid, tetapi lebih berupa gambar sebuah pencil (orang lebih suka menyebutnya sebagai flag pole model yang berarti model tiang bendera). Secara tradisional, program pengajaran pendidikan jasmani digambarkan sebagai lantai dasar dari sebuah segitiga sama kaki, atau yang sering disebut sebagai bentuk piramid. Tepat di atasnya terdapat program olahraga rekreasi, atau lajim pula disebut program klub olahraga. Sedangkan di puncak segitiga terletak program olahraga prestasi.
Program pengajaran pendidikan jasmani adalah tempat untuk mengajarkan keterampilan, strategi, konsep-konsep, serta pengetahuan esensial yang berkaitan dengan hubungan antara kegiatan fisik dengan perkembangan fisik, otot dan syaraf, kognitif, sosial serta emosional anak. Ini berarti bahwa program pendidikan jasmani yang baik bertindak sebagai dasar yang kokoh dan solid untuk seluruh program olahraga dan aktivitas fisik di sekolah dan masyarakat.
            Pada tahap kedua, program olahraga yang bersifat rekreasi (dalam klub olahraga sekolah) merupakan upaya pengembangan dan perluasan program pendidikan jasmani yang sifatnya inklusif untuk semua anak. Pada program rekreasi inilah para siswa diperkenankan untuk memilih cabang olahraga yang diminatinya, serta disesuaikan dengan potensi atau bakat dirinya. Program ini di Indonesia lazim disebut  program ekstra-kurikuler, yang seharusnya menyediakan kegiatan-kegiatan olahraga di luar struktur kurikulum dan program pendidikan jasmani.  
Pada sekolah-sekolah di negara-negara yang menganut sistem olahraga melalui persekolahan, program olahraga ekstra-kurikuler ini dikelola oleh klub-klub olahraga yang dikembangkan di sekolah dengan sistem voluntir dan sekaligus bersifat wirausaha. Klub tersebut didirikan oleh organisasi sosial yang beragam, dari mulai perkumpulan orang tua, kepemudaan, klub olahraga murni, hingga para guru penjas sekolah yang bersangkutan, yang mengelola klubnya dengan format kewirausahaan bekerja sama dengan pihak sekolah.  Dengan format tersebut, para pengelola menggalang kerjasama dengan sekolah. Mereka mengajukan proposal kepada sekolah untuk menggunakan fasilitas sekolah, dengan perjanjian kerjasama bagi hasil atau sewa kontrak; sedangkan pihak pengelola menyediakan program, pelatih, serta mengelola dana yang dibayarkan anak/siswa anggota klubnya. Dengan demikian, di sekolah tersebut bisa berdiri bermacam-macam klub olahraga, dari mulai olahraga individual seperti atletik, senam dan renang, olahraga beregu seperti cabang permainan (voli, basket, sepak bola, bola tangan), olahraga beladiri hingga olahraga petualangan atau pencinta alam.
Program yang ditawarkan oleh klub-klub tersebut bervariasi dari yang sifatnya rekreatif hingga ke tingkat persiapan untuk memasuki olahraga prestasi. Hal ini biasanya ditunjang oleh kurikulum pengembangan yang jelas, yang biasanya merupakan pengadopsian dari sistem pembinaan yang dikembangkan oleh setiap induk organisasi olahraga. Dengan demikian, pada program klub olahraga ini setiap pesertanya secara jelas terpetakan posisinya, apakah ia masuk level pemula, level lanjutan, atau level mahir. Bahkan untuk olahraga tertentu, misalnya pada klub senam, level-level tersebut diperinci lagi misalnya dengan mengelompokkan pelevelan ini pada peringkat yang lebih detil: Pemula dibagi ke dalam tiga level (level 1, level 2, dan level 3), Lanjutan dibagi ke dalam 3 level (level 4, level 5, dan level 6), kemudian Mahir juga dibagi ke dalam 3 level, yaitu level 7, level 8, dan level 9. Sedangkan di atas itu semua, level 10 mewakili tingkat senior
 Dengan sistem semacam itu, yang mana setiap level menunjukkan tingkat penguasaan keterampilan tertentu yang juga sudah ditentukan, akan cukup jelas kapan siswa dapat meningkat atau memperbaiki levelnya ke level berikut, serta persyaratan kompetensi apa yang harus dilewatinya melalui sebuah mekanisme ujian kenaikan tingkat atau melalui kejuaraan. Di samping itu, cukup jelas juga kewenangan pelatih dan penguji (wasit), yang untuk mampu menjalankan fungsinya pada level tertentu pun harus pula memiliki kompetensi dan kewenangan pada peringkat tertentu, apakah ia pelatih atau wasit pemula, pelatih atau wasit lanjutan, atau termasuk pelatih atau wasit tingkat mahir (nasional) dan bahkan tingkat internasional. Tidak kalah pentingnya dari sistem yang diberlakukan pada klub-klub sekolah di atas adalah (menciptakan) sistem kompetisi yang teratur dan tersistem. Kompetisi merupakan sebuah kewajiban bagi klub yang ada di sekolah, untuk minimal menyelenggarakan kompetisi antar kelas di lingkungan sekolah tersebut, atau lajim di sebut program intramural. Bahkan kalau mungkin klub yang bersangkutan mampu  (menciptakan) menyelenggarakan program kompetisi ekstramular (antar sekolah) melalui cara kerja sama dengan klub cabang olahraga sejenis yang ada di sekolah-sekolah lain untuk bertindak sebagai penyelenggara. Sifat kompetisi dirancang dalam format yang sangat sederhana, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi, tetapi mampu membangkitkan nilai kebanggaan pada para pesertanya, serta yang paling penting adalah dimanfaatkannya kompetisi itu sebagai ajang untuk membina nilai dan sifat-sifat luhur keolahragaan bagi para peserta. Dengan demikian, siswa mampu menyelami dan menginternalisasi nilai-nilai sportivitas, fair play, kejujuran, semangat pantang menyerah, menghargai keunggulan diri sendiri dan lawan, serta membina semangat kerja sama, korp, serta menjunjung sikap hormat pada orang lain. Pada tataran terakhir, program olahraga prestasi sebenarnya merupakan kelanjutan dari dua program sebelumnya. Pada tataran ini, para guru penjas dan para pelatih memanfaatkan tersedianya data mengenai potensi dan bakat anak dari masing-masing sekolahnya untuk disalurkan pada program pemuncakan dalam bentuk training camp.
            Training camp adalah suatu program yang dirancang atas inisiatif masyarakat olahraga, untuk menyediakan program yang selaras dengan misi peningkatan prestasi tanpa harus kehilangan dasar pengembangan dan menelantarkan landasan di tahap paling dasar; pendidikan jasmani. Program ini disediakan dalam bentuk sport centers, yang formatnya bisa bervariasi di antara kabupaten atau kota, sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan fasilitas serta sumber daya manusianya. Idealnya, training camp dalam format sport center ini dimiliki oleh setiap kota atau kabupaten, didasarkan pembagian wilayah. Maksudnya, jika sebuah kabupaten atau kota terdiri dari empat wilayah, maka minimal di satu wilayah terdapat satu sport centers, yang masing-masing sport centers tersebut mampu menyediakan beberapa program training camp untuk cabang olahraga yang dijadikan andalan kabupaten atau kota tersebut.
Setiap sport centers dikelola oleh para profesional di bidangnya masing-masing, dengan program dan kegiatan yang selalu direncanakan dan diperbaiki secara berkala, sehingga mampu menampung para siswa potensial dan berbakat dari setiap jenjang sekolah. Program training camp ini dapat diibaratkan sebagai sebuah elite stream, yang mendampingi dan melanjutkan program dari klub olahraga yang bisa juga disebut sebagai recretional stream.
            Istilah recreational stream dan elite stream sudah lama dikenal dalam sistem pengembangan suatu cabang olahraga di negara maju. Recreational stream adalah sebuah program yang disediakan bagi seluruh siswa yang berminat memasuki suatu klub cabang olahraga tertentu, dengan tujuan memberikan pengenalan terhadap dasar-dasar keterampilan gerak olahraga sekaligus menanamkan rasa kesukaan dan kecintaan anak terhadap cabang olahraga yang diikutinya. Mengingat programnya ditujukan bagi mayoritas anak, maka program yang ditawarkan pun dirancang agar bisa sesuai dengan mayoritas anak; tidak terlalu sulit, dan memungkinkan anak bergerak maju sesuai dengan tingkat kemampuannya tanpa harus dipaksakan. Peningkatan peringkat anak ditentukan oleh tingkat penguasaannya terhadap paket yang sudah disediakan pada peringkat itu. Jika seorang anak dipandang sudah mampu menguasai 70 s/d 80 persen dari keterampilan yang disyaratkan, maka anak itu dapat meningkat ke peringkat selanjutnya.
            Di pihak lain, elite stream adalah program yang dirancang khusus untuk anak-anak yang dianggap berbakat, terutama setelah diyakini berbakat melalui pengujian pemanduan bakat, baik secara antropometrik, biomotorik, serta psikologik dari cabang olahraga yang diikutinya. Program yang dirancang pada elite stream ini harus memungkinkan anak meningkat prestasinya secara meyakinkan, karena programnya sudah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan prinsip-prinsip training, termasuk pula dalam hal intensitas, volume, durasi, serta frekuensinya. Dengan demikian, anak-anak yang akan dilibatkan dalam elite stream adalah anak-anak atau siswa yang sudah dipastikan mampu mengikuti secara ketat dan teratur program yang disediakan.
            Jika proses pembinaan di Indonesia sudah mengikuti alur seperti yang diuraikan di atas, barulah kita bisa mengatakan bahwa pola pembinaan kita mengikuti pola piramid. Dan hanya dengan cara seperti itulah prestasi olahraga Indonesia dapat dibangkitkan kembali. Untuk itu, kualitas program pendidikan jasmani di sekolah perlu diperbaiki, program pendidikan kepelatihan harus pula diperbaiki, terutama supaya para lulusannya tidak terlalu bertumpu pada keharusan menjadi guru dan pegawai negeri; di samping itu, setiap induk organisasi pun harus diberdayakan, sehingga mereka mampu mengerti dan sanggup membuat sistem bagi cabang olahraganya masing-masing; dan yang terlebih penting dari itu semua, cara pandang kita terhadap pengelolaan olahraga harus bersifat memberdayakan serta mensinergikan semua pihak.
Continue reading →

Ensiklopedia Tips Tutorial

Free Online Software Download
free backlink Photobucket Photobucket